Komunikasi Tulisan
Menulis dapat pula dianggap sebagai salah satu cara
berkomunikasi. Misalnya, seorang sekretaris berkomunikasi dalam bentuk notulen,
surat atau laporan hasil analisa. Penulis buku menyebarkan gagasan-gagasannya
melalui buku-buku yang dia tulis. Seniman atau sastrawan menyampaikan pesan
moral dan nilai kehidupan melalui puisi, novel maupun naskah drama. Bahkan kita
menceritakan perasaan kita kepada diri kita sendiri dengan menuliskannya di
buku harian.
Namun sebagai salah satu cara menyampaikan pesan, komunikasi
tertulis memiliki keunikan tersendiri. Seperti dikatakan sebelumnya, komunikasi
tertulis merupakan suatu keterampilan yang tentunya membutuhkan ketekunan dan
latihan untuk menguasainya. Tak seperti halnya komunikasi lisan yang hampir
setiap orang dapat menggunakan. Tentunya karena komunikasi lisan diajarkan
sejak manusia dilahirkan.
Awalnya, budaya tulis hanya digunakan oleh kalangan penguasa,
pemimpin agama dan cendekia. Isi tulisan mereka pun berupa undang-undang,
ajaran suci atau sesuatu yang dianggap memiliki nilai kemuliaan dalam
masyarakat. Tidak sembarang pesan atau gagasan bisa dituangkan melalui tulisan.Hal
ini terjadi karena pada masa itu tidak setiap orang memiliki keterampilan
menulis di samping budaya lisan yang masih dominan dalam masyarakat.
Adalah bangsa-bangsa Sumeria, Babil, Asiria dan lain-lain di
Timur Tengah yang diyakini sebagai pengguna tulisan paling awal yakni sekitar
3000 SM. Mereka menuliskan undang-undang serta maklumat raja yang harus
dipatuhi oleh rakyat di lempengan batu. Selanjutnya, sekitar tahun 300 SM
bangsa Romawi mulai menggunakan lembaran kulit binatang untuk mencatat
perniagaan mereka (mungkin inilah cikal bakal dari ilmu akuntansi). Sedangkan
di Cina, tulisan digunakan untuk menyebarkan ajaran dan kepercayaan dalam
masyarakat. Pun tak jauh beda dengan apa yang dilakukan para filsuf Yunani.
Sebagian besar dari mereka menggunakan lempengan batu, kulit binatang maupun
daun papyrus untuk menulis.
Perkembangan selanjutnya yaitu penemuan mesin cetak oleh
Johannes Gutenberg pada abad 15. Penemuan ini dianggap sebagai titik tolak
bangkitnya ilmu pengetahuan di Eropa. Berkat penemuan mesin cetak ini,
penyebaran ilmu pengetahuan berjalan sangat cepat dan murah. Akibat tidak
langsung dari penemuan ini adalah terjadinya revolusi sosial dan reformasi
gereja. Semakin mudahnya akses masyarakat terhadap buku, menumbuhkan kesadaran
masyarakat atas fenomena sosial yang terjadi di Eropa.
Kelebihan
komunikasi tulis
Secara historis, komunikasi tertulis memiliki arti penting
bagi sejarah peradaban manusia. Tulisan merupakan titik awal sejarah manusia.
Dengan kata lain, manusia dapat dikatakan memasuki zaman sejarah ketika mereka
telah mengenal tulisan. Selain itu, komunikasi tertulis memiliki fungsi
dokumentasi dan transformasi budaya.
Dibandingkan dengan komunikasi lisan, komunikasi tertulis
memiliki beberapa kelebihan. Pertama, komunikasi tertulis lebih tahan lama.
Artinya, komunikasi tertulis memiliki bentuk fisik baik berupa kertas, kulit
binatang maupun prasasti batu. Sedangkan komunikasi lisan tidak memiliki bentuk
fisik. Kita tidak tahu kemana perginya kata atau kalimat setelah diucapkan.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bahwa komunikasi tertulis
memiliki fungsi dokumentasi. Sehingga pesan atau informasi yang terkandung di
dalamnya bisa tersampaikan meski pemberi pesan sendiri sudah meninggal. Sebagai
contoh, pemikiran-pemikiran Plato, Aristoteles dan filsuf lainnya hingga kini
masih bisa kita terima karena mereka memahatkan ajaran mereka pada
lempengan-lempengan batu. Meski jasad Karl Marx, Darwin, Max Weber sudah hancur
dalam tanah, kita dan generasi sesudah kita masih bisa menerima informasi
tentang pemikiran mereka selama perpustakaan menyimpan buku-buku karya mereka.
Bukti lain yang tak kalah penting adalah bahwa kita masih bisa meneruskan
tradisi dan ajaran agama karena adanya kitab-kitab suci. Semua agama besar di
dunia pasti memiliki kitab suci. Di sini kita bisa melihat bahwa kitab suci agama
merupakan sarana komunikasi tertulis yang memuat seperangkat aturan, cerita
masa lalu, ancaman, kabar gembira tentang masa depan yang semuanya bertujuan
melestarikan dan mempertahankan tradisi.
Kedua, komunikasi tertulis berlangsung secara massive dan dinamis. Berkat jasa
Gutenberg, informasi dapat diproduksi secara massal dengan biaya yang lebih
murah. Sehingga informasi dapat tersebar dengan cepat dan mudah. Suseno
(1997:27) menyebutkan bahwa keberhasilan Reformasi Gereja Martin Luther di
Jerman salah satunya dengan menggunakan sarana pencetakan. Mereka melemparkan
gagasan dan argumen melalui selebaran yang mereka sebar. Dikatakan pula bahwa
jika sebelumnya pikiran orang hanya dapat dipengaruhi melalui orasi (yang
terbatas pada beberapa ratus orang dan diucapkan sekali saja serta dengan mudah
dikontrol), kini pikiran orang dapat dipengaruhi melalui leaflet, buku dan media cetak lain
yang dapat dibaca dan didiskusikan berulang-ulang dengan angota masyarakat
lain.
Ketiga, komunikasi tertulis relatif lebih terstruktur dan
terencana. Sebagai sebuah tindakan strategis (Littlejohn, 2002:13), komunikasi
lebih bisa direncanakan dan disusun ketika disampaikan melalui media tulisan.
Komunikator dapat menyusun pesan, menggunakan kata-kata pilihan, memilih topik
tertentu dan memperkirakan respon dari audience.
Sehingga proses komunikasi bisa dievaluasi dan dikembangkan.
Keempat, ketika kita tidak memahami sesuatu hal dari apa yang
kita baca atau kita menemui kata asing, kita bisa mengulangi beberapa paragraf
sebelumnya, menggunakan kamus atau bertanya kepada seseorang untuk memahaminya.
Berbeda dengan komunikasi lisan yang berlangsung hanya sekali, kita tentu tak
bisa serta merta meminta pembicara untuk mengulangi kalimat yang tidak kita
pahami.
Kelemahan
komunikasi tertulis
Sebagai bagian dari komunikasi verbal, komunikasi tertulis
tak bisa lepas dari penggunaan bahasa sebagai sarana bertukar makna. Oleh
karena itu, kelemahan unsur kebahasaan dalam proses komunikasi tentunya menjadi
kelemahan dari komunikasi tertulis.
Larry L. Barker sebagaimana dikutip Dedy Mulyana dalam
Pengantar Ilmu Komunikasi menyebutkan tiga fungsi bahasa: penamaan (labeling), interaksi dan transmisi
informasi. Penamaan merupakan usaha manusia untuk mengidentifikasi objek,
tindakan dan perasaan yang berbeda dengan memberi nama pada objek, tindakan dan
perasaan tersebut.
Meski bahasa merupakan unsur yang sering kita gunakan dalam
komunikasi sehari-hari, bahasa memiliki sejumlah keterbatasan. Mulyana
(2002:245-255) menguraikan keterbatasan bahasa sebagai sarana komunikasi.
Pertama, keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili objek atau
perasaan. Tidak semua benda, peristiwa, perasaan dapat diwakili oleh kata yang
berbeda. Suatu kata hanya mewakili realitas, tetapi bukan merupakan realitas itu
sendiri. Kata hanya bisa mewakili sebagian dari realitas, bukan keseluruhan
realitas. Keterbatasan bahasa dalam mewakili realitas tampak pada penggunaan
kata sifat. Kata sifat cenderung dikotomis, maksudnya membagi sesuatu hanya
dalam dua kategori, semisal kaya-miskin, bahagia-sengsara, pandai-bodoh,
baik-buruk dan lain sebagainya. Namun perlu disadari bahwa realitas
sesungguhnya tidaklah sekaku itu. Kita tidak bisa memvonis bahwa kalau tidak
hitam berarti putih atau sebaliknya. Antara warna hitam dan putih terdapat
puluhan bahkan ratusan warna abu-abu yang pasti beda. Seringkali agar kata yang
kita ungkapkan lebih tepat, kita menggunakan tambahan ‘agak’ atau ‘sangat’.
Untuk mengukur makna yang lebih akurat, Charles E. Osgood,
George Suci dan Percy Tannenbaum merancang suatu instrumen yang disebut Semantic Differential. Mereka
mengukur makna suatu konsep dalam skala 1 sampai 7. dalam hal ini 1 menunjukkan
kecenderungan negative sedang angka 7 menunjukkan kecenderungan positif
(Mulyana,2002:246).
Kedua, kata bersifat ambigu dan kontekstual. Setiap kata
(meskipun sama) berpotensi untuk dimaknai secara berbeda oleh orang yang
berbeda. Perbedaan makna tersebut dipengaruhi oleh latar belakang tiap orang
yang tentunya berbeda. Pemaknaan kata juga perlu memperhatikan konteks
kalimatnya.
Ketiga, kata-kata mengandung bias budaya. Budaya sangat
mempengaruhi bahasa. Menurut hipotesis Sapir-Whorf (Griffin, 2003:30)
menyatakan bahwa struktur bahasa suatu budaya membentuk persepsi dan perilaku
manusia. Dengan kata lain, struktur bahasa menunjukkan budaya suatu masyarakat.
Misalnya, penggunaan tenses yang
memperhitungkan waktu dalam struktur bahasa masyarakat Eropa menunjukkan
penghargaan mereka atas waktu. Penggunaan bahasa yang bertingkat dalam budaya
Jawa menunjukkan sistem sosial masyarakat yang terbagi dalam kelas-kelas
tertentu. Oleh sebab itu, sangat mungkin terjadi kita tidak menemukan padanan
yang tepat untuk kata tertentu dalam bahasa asing.
Disamping
kelemahan-kelemahan bahasa dalam komunikasi tertulis tersebut, Beebe and Beebe
(1997:257) menyebutkan kelemahan dari komunikasi tertulis adalah hubungan
antarpartisipan komunikasi berjarak. Komunikator tidak bisa merinteraksi dengan
audien secara langsung, melihat perubahan sikap yang terjadi atau merespon
sikap audien. Sehingga feedback dalam
proses komunikasi tersebut bersifat tidak langsung dan tertunda (no immediate interaction). Sedang
dalam komunikasi lisan, hubungan pembicara dengan audien berlangsung akrab,
hangat dan lebih personal.
Komunikasi
tertulis bersifat lebih formal daripada komunikasi lisan. Dalam komunikasi
tertulis kita terikat dengan konsep atau aturan ejaan tertentu untuk memenuhi
syarat sebagai komunikasi tertulis yang baik. Kita harus memperhatikan struktur
kalimat yang njelimet agar bisa dipahami oleh
pembaca. Sedangkan dalam komunikasi lisan pembicara bisa memakai
kalimat-kalimat pendek tanpa harus mematuhi aturan kalimat yang baik dengan
alasan efisien. Akhirnya, media apapun yang kita gunakan berkomunikasi tidaklah
menjadi pokok persoalan. Toh tersedia banyak banyak cara, saluran yang bisa
kita pakai untuk berkomunikasi. Kita pun bisa mengkombinasikan berbagai cara
untuk mencapai tujuan kita berkomunikasi.Namun setidaknya, dengan mengetahui
kelebihan dan kelemahan dari komunikasi tertulis kita tergerak untuk mengasah
keterampilan kita dalam menggunakan pena sebagai senjata yang katanya lebih
tajam dari pedang. Selamat menulis.
referensi :